Mataram, HarianNTB.com – Fenomena Gerhana Bulan Total (GBT) akan terjadi pada hari ini, Rabu (26/5/2021) sekitar pukul 19.46 WITA.
Namun, banyak netizen yang mengaitkan fenomena tersebut dengan kejadian gempa yang melanda Lombok pada tahun 2018.
Mereka menilai, sebelum gempa Lombok 2018 terjadi diringi dengan kemunculan fenomena aneh di langit Lombok waktu itu. Sehingga mereka khawatir kejadian tersebut terulang kembali.
Informasi itu pun sampai ke salah satu jurnalis Harian NTB, yang mengaitkan gerhana bulan dengan kejadian gempa.
Untuk mencari kebenaran tersebut, Jurnalis Harian NTB mencoba mengkonfirmasi Kepala BMKG Stasiun Geofisika, Mataram Ardhianto Septiadhi, Rabu (26/5/2021).
Kepada Harian NTB, Arsdhianto mengatakan belum ada bukti ilmiah gerhana bulan sebagai tanda kemunculan gempa.
“Secara ilmiah belum ada penelitian yang menunjukkan fenomena gerhana terkait dengan kejadian gempabumi,” ungkap Kepala BMKG Stasiun Geofisika Mataram Ardhianto Septiadhi kepada Harian NTB, Rabu (26/5/2021).
Ia juga mengungkapkan, beberapa penelitian melaporkan tidak ada korelasi antara gelombang bumi dan terjadinya gempa bumi, seperti penelitian yang dilakukan Kennedy et al, 2004.
Selain itu, kata Ardhianto, Penelitian lain juga melaporkan korelasi positif kecil, misalnya Kasahara, 2002.
“Gempa bumi terjadi ketika stres pada patahan melebihi ambang batas kritis untuk pecah sebuah patahan hal ini juga diketahui bahwa penerapan stres tambahan ke sistem sesar yang dekat dengan kegagalan dapat memulai pecah dan menghasilkan gempa (jerami yang mematahkan punggung unta),” jelasnya.
“Ada kemungkinan bahwa pengangkatan akibat pasang surut bumi dapat mengurangi tekanan normal yang mempengaruhi patahan secara bersamaan. Beberapa penelitian terbaru oleh Metivier dkk. (2009) menyajikan bukti untuk ini,” kata Ardhianto.
Namun, “bahkan jika ada hubungan statistik antara pasang surut Bumi dan aktivitas gempa bumi, itu tidak benar-benar membantu dalam hal prediksi gempa, karena kita tidak memiliki cara untuk mengukur besaran gaya pada zona patahan,” katanya.
“Pada saat terjadinya supermoon, tarikan gravitasi bulan pada bulan perigeepun tidak cukup memiliki perbedaan gaya tarik yang besar dibandingkan dengan waktu lain secara signifikan, sehingga tidak mampu mengubah ketinggian pasang surut yang memicu gempa bumi,” tambahnya.
Ia juga menegaskan, bahwa fenomena gerhana bulan dipengaruhi oleh letak matahari bumi dan bulan yang sejajar sehingga cahaya matahari terhalang oleh bumi (pergerakan orbit tata surya ), sedangkan gempa bumi tektonik merupakan Peristiwa lepasnya energi akibat patahnya lapisan dari dalam bumi (Pergerakan lempeng bumi).
“Sehingga dua hal tersebut merupakan hal yang berbeda penyebabnya,” ungkap Ardhianto kepada Jurnalis Harian NTB. (RZL/DMS)