Rabu, Maret 19, 2025

Aksi Indonesia Gelap: Sebuah Renungan Kondisi Pendidikan Indonesia

HarianNTB.com – Sudah beberapa waktu belakangan ini terjadi demonstrasi yang dinamakan Indonesia Gelap. Aksi demo ini berlangsung di beberapa kota besar. Aksi demo yang didominasi oleh kalangan mahasiswa ini digelar sebagai bentuk protes terhadap beberapa kebijakan pemerintah yang sepertinya akan banyak merugikan masyarakat dan mengancam masa depan para generasi muda. Salah satu kebijakan yang didemonstrasikan adalah aturan pemotongan anggaran pada sejumlah bidang, termasuk bidang pendidikan dan kesehatan. Beberapa akademisi menyebutkan bahwa demo yang banyak terjadi saat ini mengindikasikan adanya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Diprediksi bahwa demonstrasi ini akan semakin besar jika tidak dibuat perubahan kebijakan dalam waktu dekat. Salah satu aksi demo terbesar beberapa minggu terakhir ini adalah demo yang diadakan oleh para mahasiswa dari Universitas Indonesia pada hari Senin, 17 Februari 2025. Dengan memakai jaket kuning dan membawa banyak poster sindiran terhadap Presiden Prabowo, mereka menyatakan bahwa demo ini merupakan bentuk tanggung jawab menyuarakan aspirasi masyarakat, terutama isu atau kebijakan pemangkasan anggaran atau kerap disebut kebijakan efisiensi di bidang pendidikan. Menurut mereka kebijakan efisiensi itu sama sekali tidak berpihak kepada rakyat. Lantas, apa tanggapan para pihak terkait dengan adanya aksi Indonesia Gelap ini?

Dampak Pada Sektor Pendidikan

Kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan atau yang disebut efisiensi ini dibantah oleh pemerintah. Sebelum dialihkan ke Prof. Brian Yuliarto, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro menyebut bahwa tidak ada kenaikan biaya UKT, pemangkasan dana beasiswa, dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Ditegaskan bahwa pendidikan merupakan hak tiap-tiap warga negara sehingga tidak akan ada pemangkasan dana pendidikan tinggi untuk program beasiswa dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K).

- Advertisement -

Ditambahkan olehnya bahwa dalam kebijakan efisiensi tidak ada akan mempengaruhi dana pendidikan tinggi untuk beasiswa dan program KIP Kuliah sehingga dipastikan bahwa UKT tidak akan naik. Namun demikian, banyak dari kalangan mahasiswa yang berpendapat bahwa kebijakan efisiensi tersebut tidak masuk akal. Menurut mereka kalau memang ingin menghemat anggaran, kebijakan pemangkasan tersebut semestinya dimulai dari pembentukan kabinet yang efektif dan mengurangi jumlah pejabat atau tidak melakukan perekrutan staf khusus baru. Mereka juga menyayangkan beberapa kementerian dan lembaga lain seperti TNI dan Polri malah tidak mendapat pengaruh pemangakasan anggaran.

Beberapa pengamat beranggapan bahwa aksi demo Indonesia Gelap yang telah terjadi di beberapa daerah selama beberapa hari belakangan ini adalah sebuah akumulasi kekecewaan warga masyarakat yang semestinya disuarakan wakil rakyat. Menurut Sosiolog dari UGM, Heru Nugroho, rasa kecewa masyarakat ini adalah akibat dari banyaknya angka PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan sulitnya mendapat pekerjaan, naiknya harga beberapa kebutuhan pokok, adanya kasus elpiji 3 kilogram, dan yang paling mengecewakan yaitu ketika keluarnya kebijakan anggaran pada beberapa sektor. Ditambahkan bahwa pendidikan dan kesehatan adalah dua sektor yang memiliki kaitan erat dengan dengan hajat hidup orang banyak. Akibat dari semua kebijakan inilah yang menyebabkan masyarakat terpukul dan kecewa, dan ketika rasa kecewa itu memuncak, tentu saja akan melakukan protes atau perlawanan. Saat ini, aksi demo masih didominasi oleh para mahasiswa. Jika terus menerus dilanda rasa kekecewaan, tidak menutup kemungkinan rakyat diprediksi akan bersatu dengan mahasiswa nantinya. 

Pendapat yang sama diutarakan oleh akademisi dan sejarawan Andi Achdian. Andi menyebutkan bahwa rentetan aksi demo berbagai daerah merupakan indikasi ketidakpercayaan terhadap berbagai jenis kebijakan pemerintah. Menurutnya, legitimasi pemerintahan Presiden Prabowo dianggap sudah oleng di kalangan para mahasiswa. Dengan kata lain, rakyat sudah tidak punya rasa hormat dan rasa percaya terhadap kebijakan pemerintah disebabkan karena kebijakan itu sebagian besar menyangkut hajat hidup orang banyak. Disebutkan juga bahwa aksi demo yang sama akan semakin banyak dan membesar jika tidak ada perubahan dari pemerintah. Dalam hal ini, demo diyakini akan membesar tidak hanya dalam media sosial, tapi juga dalam kehidupan sosial. Walaupun demikian, aksi-aksi demo mahasiswa ini dianggap tidak sebesar peristiwa 1998. Ketika situasi politik sudah hampir runtuh, saat itu Presiden Suharto mulai ditinggalkan oleh para pendukungnya, para partai dan militer. Tingginya utang luar negeri menyebabkan terjadinya krisis moneter yang membuat nilai tukar rupiah turun drastis dan maraknya aksi PHK. Akan tetapi, Presiden Prabowo masih mendapat dukungan dari banyak partai dan masyarakat kelas bawah. Disebutkan pula bahwa belum ada tantangan yang cukup berarti dari para pendukung Prabowo baik pada tingkat birokrasi maupun militer. Mereka dianggap masih memiliki hubungan yang kuat dengan Prabowo. Jadi perbedannya adalah walaupun untuk tingkat krisis, sudah terdapat gejala awal melalui efisiensi itu. Efisiensi yang dimaksud bahasa lainnya yaitu pengurangan dukungan pada bidang yang bersifat publik seperti kesehatan dan pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah mesti segera menanggapi aksi demo para mahasiswa jika tidak ingin semakin parah yang pada akhirnya Prabowo akan kehilangan dukungan. Hal ini disebabkan bahwa rentetan demo mahasiswa  selama beberapa bulan belakangan bisa dikatakan berbahaya. Diibaratkan seperti raksasa berkaki lempung, dia punya pondasi tidak kuat sebagai elected government.

Pengaruh Demonstrasi Mahasiswa

Menurut akademisi dan sejarawan Andi Achdian, aksi demo mahasiswa yang kerap terjadi sejak dulu hingga saat ini sebenarnya memiliki dasar yang sama yaitu mengoreksi kebijakan pemerintah yang banyak merugikan masyarakat. Dikatakan bahwa aksi demo tersebut sebetulnya tidak ada perbedaan dari sejak dulu yaitu landasan korektif terhadap kebijakan pemerintah, bukan untuk mengubah rezim. Sebagian besar aksi demo tersebut telah berhasil mengubah kebijakan pemerintah. Pada masa Orde Baru, puncak aksi demo terjadi pada bulan Mei 1998 dimana akibat pembubaran para demonstran di depan kampus Universitas Trisakti menyebabkan 4 orang tewas oleh peluru aparat. Namun demikian, hasil dari demo ini akhirnya memaksa Presiden Suharto lengser dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998 yang ditandai dengan pendudukan gedung DPR oleh mahasiswa. Pada masa Presiden B. J. Habibie, aksi demo menuntut penghapusan dwifungsi ABRI dan pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru. Saat itu aksi demo mahasiswa juga menuntut agar Presiden Habibie menurunkan harga sembako dan mengadili Suharto beserta kroni-kroninya. Di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, aksi demo mahasiswa menuntut perubahan kebijakan seperti penurunan harga Bahan Bakar Minyak, tarif listrik, dan telepon. Mereka juga menuntut Presiden Megawati turun dari jabatannya dan mendesak pemerintah melepaskan ketergantungan dari negara luar. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, aksi demo mahasiswa menuntut SBY segera menuntaskan enam agenda reformasi: menghapus dwifungsi ABRI, mengadili Suharto, mengamandemen UUD 1945 dan menuntut pertanggung jawaban Orde Baru, menegakkan budaya demokrasi yang rasional, serta otonomi daerah seluas-luasnya. Saat pemerintahan Presiden Joko Widodo, tercatat setidaknya ada enam aksi demonstrasi besar yaitu demo pemilu 2019, demo tolak RUU KUHP, demo tolak RUU KPK, demo tolak UU Cipta Kerja, demo tolak presiden tiga periode, dan demo tolak RUU Pilkada 2024. Pada masa pemerintahan Presiden Prabowo yang masih seumur jagung, telah terjadi beberapa demo makasiswa yang belakangan ini sebagian besar berada di kota-kota besar. Namun demikian, apakah aksi demo tersebut akan berhasil mengubah kebijakan pemerintah seperti yang telah terjadi di masa presiden-presiden sebelumnya? Tentu saja hal ini masih menjadi pertanyaan semua pihak. Jika tidak ingin kepercayaan masyarakat hilang, ini mestinya menjadi pertimbangan pemerintah untuk mendengar aspirasi demo dari para mahasiswa. Meskipun aksi demo kerap terjadi, tentu kita semua tidak menginginkan ada korban jiwa. Sebaliknya, kita berharap melalui aksi demo mahasiswa akan ada perubahan yang lebih baik sehingga semua pihak tidak ada yang dirugikan terutama warga masyarakat.

*) Penulis: Andri Suherman – Dosen Universitas Hamzanwadi

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi harianntb.com

- Advertisement -

Related Articles

Stay Connected

1,929FansSuka
3,257PengikutMengikuti
22PengikutMengikuti
- Advertisement -

Latest Articles