HarianNTB.com – Bagi kalangan dress maker istilah haute couture tentu sudah tidak asing. Secara istilah, haute berarti tinggi, dan couture berarti penjahitan. Jadi bisa dikatakan haute couture merupakan salah satu teknik pembuatan pakaian tingkat tinggi. Disebut tingkat tinggi pun karena proses pengerjaan yang terbilang sulit. Tentu saja, dengan hasil yang sebanding dengan kerumitan prosesnya. Haute couture pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 di Inggris oleh Charles Frederich, dimana tujuan utamanya yaitu ingin menciptakan busana-busana eksklusif untuk para wanita kelas atas.
Saat ini busana haute couture sudah banyak dikembangkan, terutama oleh rumah mode papan atas. Bahkan desainer dan dress maker lokal banyak menerapkan metode ini. Kreativitas para dress maker lokal pun semakin kesini semakin tidak diragukan lagi. Mereka mulai mengombinasikan tekstil lokal dengan teknik pembuatan busana tingkat tinggi tersebut, yang mana hasilnya mampu membuat kagum para penikmat fesyen. Tidak jarang mereka unjuk gigi di panggung fesyen Internasional. Hal ini membuktikan bahwa dunia fesyen Indonesia mampu bersaing dikancah Internasional, terlebih lagi dengan banyaknya tekstil dan budaya Indonesia yang bisa dipadukan.
Melihat hal ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi menggandeng sekolah fesyen ternama, ESMOD Jakarta, menyelenggarakan program Magang Instruktur Kursus dan Pelatihan Bidang Tata Busana pada Juni lalu. Dipilihnya ESMOD jakarta tentu tidak terlepas dari reputasinya sebagai sekolah fesyen bergengsi berstandar Internasional. Bagaimana tidak, ESMOD Jakarta merupakan salah satu cabang dari ESMOD Paris, Prancis. Lulusan ESMOD sendiri mampu mendominasi deretan desainer top tanah air seperti Dian Pelangi, Ria Miranda, Eri Dani, Asky febrianti, dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk biaya, bisa dikatakan hanya kalangan atas yang mungkin tertarik karena bisa mencapai ratusan juta rupiah. Oleh karena itu, program Kemendikbudristek yang bekerjasama dengan ESMOD Jakarta ini menjadi incaran dan mendapatkan atensi yang cukup besar karena terbuka bagi para instruktur Tata Busana diseluruh Indonesia.
Selain itu materi berupa teknik pembuatan busana tingkat tinggi haute couture membuat peminatnya semakin tinggi. Terbukti dengan jumlah pendaftar yang mencapai 80 orang. Adapun proses seleksinya diadakan sebanyak tiga tahap, yakni seleksi administrasi, lalu seleksi penilaian kompetensi tahap 1 dimana peserta membuat presentasi dengan format PPT dalam jangka waktu yang diberikan, dengan topik presentasi : ”Road Map Karir Sebagai Professional Fashion Trainer”. Selanjutnya pada seleksi penilaian kompetensi tahap 2 peserta diminta membuat busana dengan teknik draping sesuai dengan desain yang diberikan panitia dalam waktu 90 menit. Hasilnya, sebanyak 15 peserta lolos kualifikasi dan berhak mengikuti Program Magang Instruktur bersama ESMOD Jakarta. Peserta yang lolos seleksi berasal dari berbagai daerah, diantaranya Nanggroe Aceh Darussalam (dua orang), Sumatera Utara (satu orang), Sumatera Selatan (dua orang), Lampung (satu orang), Jawa Barat (lima orang), Jawa Tengah (satu orang), Jawa Timur (dua orang), dan Nusa Tenggara Barat (satu orang).
Perwakilan dari Nusa Tenggara Barat sendiri merupakan pamong belajar SPNF Kabupaten Lombok Barat. Terpilihnya wakil dari NTB dalam Program Magang Instruktur ini membuktikan bahwa NTB mampu berkompetensi dengan daerah lain, serta memiliki potensi besar dalam pengembangan sektor fesyen. Hal ini sejalan dengan pergerakan daerah yang sedang gencar mengembangkan industri kreatif. Terlebih NTB memiliki kawasan ekonomi kreatif (KEK) Mandalika, dimana peluang untuk menjadi pusat industri kreatif terbuka lebar. Bidang fesyen dapat mengambil peran disini, dengan catatan sumber daya manusianya juga harus ditingkatkan.
Adanya program pengembangan kompetensi Tata Busana ini sedikit banyak membantu membuka jalur peningkatan sumber daya manusia khususnya skill dibidang tersebut. Instruktur yang telah mendapatkan peningkatan skill bisa membagikan ilmunya pada masyarakat umum, dalam hal ini melalui Pendidikan Non Formal. Tentu saja tidak semua materi bisa langsung diterapkan karena adanya keterbatasan sarana dan prasarana.
Adapun materi yang diberikan selama program Magang Instruktur bersama ESMOD ini seluruhnya berstandar industri, yang menekankan pada pembuatan busana secara haute couture. Pada pelaksanaanya, pengembangan teknik ini terbilang cukup banyak dan rumit, seperti TR Cutting, Vortex, Fabric Manipulation, serta materi yang terpenting dari haute couture yaitu draping. Draping adalah materi pokok yang harus dikuasai oleh instruktur. Ibaratnya, draping merupakan kunci pembuka untuk menerapkan teknik-teknik di atas. Banyak kelebihan dari pembuatan busana dengan draping, diantaranya bisa mewujudkan pola busana yang pas dibadan sesuai keinginan pelanggan, sejalan dengan tujuan utama haute couture. Kelebihan lain dari pembuatan busana dengan teknik draping yaitu dapat melihat keseimbangan garis-garis desain pada tubuh dan style busana dapat langsung terlihat karena membuatnya di atas dress form atau boneka jahit.
Sedangkan kekurangannya, teknik draping membutuhkan kain yang lebih banyak, serta dress form atau boneka jahit yang notabene tidak semua dress maker punya, terlebih bagi peserta didik pendidikan tata busana di daerah selain kota besar. Bahkan di Lembaga Pendidikan Non Formal maupun Formal yang memiliki fasilitas pengajaran Tata Busana, dress form yang disediakan sangat jarang ada yang memenuhi standar. Kekurangan ini juga yang dapat menjadi kendala instruktur dalam mentransfer ilmunya kepada masyarakat. Salah satu solusinya adalah perhatian pemerintah dalam memenuhi sarana dan prasarana ini.
Materi lain yang diberikan selama program Magang Instruktur bersama ESMOD yaitu praktik pembuatan busana zero waste pattern berupa kimono dan skirt. Kunci dari pembuatan busana zero waste pattern ini yaitu bagaimana menciptakan suatu busana dengan meminimalisir jumlah limbah atau sisa kain, bahkan jika memungkinkan tidak ada kain yang tersisa atau terbuang. Seluruh potongan kain dimanfaatkan sebagai bagian busana.
Di Indonesia sendiri busana zero waste pattern sudah banyak digaungkan. Faktor utamanya jelas, karena ramah lingkungan. Kreativitas dress maker pada teknik ini benar-benar dimaksimalkan. Bagaimana membuat busana sebagus mungkin sekaligus peduli akan lingkungan sekitar. Materi ini menjadi materi favorit kebanyakan peserta magang karena pengerjaan yang tidak serumit materi lainnya dan benar-benar dapat diaplikasikan pada pembelajaran di masyarakat daerah. Di Nusa Tenggara Barat sendiri, yang mana daerahnya terkenal memiliki kain tenun yang khas, zero waste pattern busana sangat bisa diterapkan. Sekarang tinggal kemauan dari masyarakat untuk mau belajar dan berkembang, serta kesadaran pemerintah untuk lebih memfasilitasi pembelajaran. Jadi, untuk mengoptimalkan proses transfer ilmu yang telah didapat instruktur kepada masyarakat luas, diperlukan peran pemerintah daerah dalam membantu memenuhi sarana dan prasarana di lembaga kursus terkait. Sehingga kedepannya, akan lebih banyak pengajar bersemangat mencari ilmu dari luar karena dapat sepenuhnya diterapkan pada pembelajaran di daerah. (*)
***
*) Penulis: Latifa Dwike Ambarawati – Pamong Belajar Satuan Pendidikan Non-Formal (SPNF) Kabupaten Lombok Barat
*) Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi harianntb.com