HarianNTB.com – Perubahan iklim bukan lagi sekadar ancaman masa depan, tetapi saat ini sudah terjadi di hadapan kita. Suhu bumi yang terus meningkat, cuaca ekstrem yang makin sering terjadi, dan naiknya permukaan air laut adalah sinyal nyata bahwa krisis iklim sedang berlangsung. Tantangan ini sudah seharusnya menjadi panggilan bersama untuk bertindak, terutama bagi wilayah-wilayah yang rentan seperti provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebagai daerah pesisir yang kaya akan sumber daya alam, NTB memiliki peluang besar untuk mengambil peran aktif dalam menghadapi perubahan iklim. Bukan hanya dengan merespons dampaknya, tetapi juga dengan mengelola solusi alami yang telah tersedia di lingkungan kita sendiri.
Dalam menghadapi tantangan nyata perubahan iklim tersebut, Pemerintah NTB menunjukkan langkah strategis dengan mulai mengelola potensi luar biasa dari karbon biru di wilayah pesisir. Karbon biru merupakan cadangan emisi atau karbon yang diserap dan disimpan, serta dilepaskan oleh ekosistem yang ada di wilayah pesisir dan laut. Karbon biru yang tersimpan dalam ekosistem pesisir seperti mangrove dan lamun memiliki kemampuan menyerap emisi karbon dioksida cukup besar hingga empat kali lebih banyak per hektar dibandingkan hutan daratan, bahkan hingga 50 kali lebih cepat. Dengan nilai ekologis dan ekonomis yang sangat besar, pengelolaan karbon biru seharusnya menjadi tumpuan utama dalam strategi pembangunan berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim di NTB.
Wilayah pesisir NTB memiliki ekosistem karbon biru yang luas, mulai dari hutan mangrove, padang lamun, hingga terumbu karang. Ekosistem ini tidak hanya penting dalam menyerap karbon, tetapi juga memiliki potensi ekonomi dalam pasar karbon global.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim, ST., M.Si., menyebutkan bahwa wilayah pesisir NTB memiliki potensi karbon biru yang dapat diperjualbelikan. Langkah ini memberikan harapan baru bagi penguatan ekonomi masyarakat pesisir melalui pendekatan berbasis ekosistem yang dikelola secara bijak dan berkelanjutan.
Strategi pengelolaan yang dijalankan pemerintah tidak dilakukan sendiri. Kerjasama dengan sejumlah NGO telah dijalin oleh Pemerintah NTB guna menghitung sebaran potensi karbon biru dan nilai ekonomisnya. Selain itu, keterlibatan masyarakat adat dalam proses pengelolaan menjadi perhatian penting. Pada tahun 2025, ditegaskan oleh Bappenas NTB yang menyatakan tentang pengelolaan ekosistem karbon biru dengan melibatkan masyarakat adat akan meningkatkan kualitas hidup mereka. Kolaborasi ini merupakan pendekatan strategis agar kebijakan bersifat inklusif dan berpihak pada masyarakat lokal.
Dampak ekonomi dari pengelolaan karbon biru bagi masyarakat sudah mulai terlihat. Dengan pendekatan yang tepat, masyarakat pesisir dapat memperoleh manfaat ekonomi seperti insentif (penghasilan tambahan) dari skema kredit karbon (perdagangan karbon) secara berkelanjutan. Di tengah sempitnya lapangan kerja dan tingginya ketergantungan pada sektor informal, peluang ini bisa menjadi solusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, terutama generasi muda yang mulai dilibatkan dalam program pelatihan teknologi pengelolaan ekosistem pesisir. Penggunaan teknologi akan sangat membantu memaksimalkan pengelolaan ekosistem karbon biru.
Namun demikian, keberhasilan strategi ini tidak terlepas dari tantangan serius yang harus diantisipasi. Beberapa diantaranya adalah kebutuhan akan data yang akurat, perlindungan terhadap hak masyarakat lokal, dan regulasi (aturan) yang dapat menjamin integritas potensi karbon daerah. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB mengingatkan bahwa untuk mencegah monopoli potensi karbon daerah oleh pihak luar, maka kedaulatan potensi karbon daerah perlu menjadi perhatian dalam penyusunan kebijakan nilai ekonomi karbon. Selain itu, keterbatasan kapasitas sumber daya manusia, pendanaan, dan perlunya regulasi yang adil menjadi hambatan dalam implementasi kebijakan karbon biru yang merata dan berkelanjutan. Tanpa perlindungan yang jelas, masyarakat lokal bisa terpinggirkan dalam proses transisi ekonomi hijau ini.
Melihat potensi besar yang dimiliki NTB dalam karbon biru, serta strategi kolaboratif yang mulai dijalankan, tampak bahwa kita sebagai masyarakat NTB memiliki peluang besar menjadi pelopor dalam ekonomi hijau berbasis ekosistem. Namun keberhasilannya sangat ditentukan oleh keberpihakan pemerintah NTB pada masyarakat lokal, dan konsistensi dalam menjaga keseimbangan antara ekonomi dan ekologi. Pengelolaan karbon biru yang berkeadilan bukan hanya menyelamatkan lingkungan maupun sekedar sumber pendapatan baru, namun juga menyelamatkan masa depan masyarakat pesisir dari ketimpangan struktural agar menuju masa depan yang lebih adil dan lestari bagi generasi mendatang.
*) Penulis: Gita Dinda Putri – Mahasiswa Prodi Konservasi Sumber Daya Alam Universitas Teknologi Sumbawa
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi harianntb.com