Mataram, HarianNTB.com – Kasus penghinaan Palestina di Tiktok yang dilakukan oleh petugas kebersihan berinisial HL alias Ucok (23) diselesaikan dengan pendekatan Restorative Justice atau penyelesaian diluar pengadilan.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan, Kamis (20/5/2021) mengungkapkan bahwa, dalam kasus yang menjerat HL tidak terpenuhi unsur pidana di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE). Selain itu, yang bersangkutan telah menyampaikan permohonan maaf.
“Karena tidak memenuhi unsur pidana UU ITE. HL juga telah menyampaikan permohonan maaf,” kata Ramadhan dalam keterangan tertulis yang diterima Harian NTB di Mataram, Kamis (20/5/2021).
Dijelaskan, dalam perkara tersebut, polisi melakukan penangkapan dalam rangka mengamankan yang bersangkutan. Mengingat, postingan HL bisa memecah belah bangsa dan membuat kegaduhan.
Selain itu menurut Ramadhan, pihak kepolisian telah melakukan komunikasi dengan tokoh agama, masyarakat, dan pihak lainnya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Hari ini (20 Mei 2021-red) penyidik kembali melaksanakan gelar perkara untuk melakukan restorative justice yang dilakukan penyidik Ditkrimsus Polda NTB,” kata Ramadhan.
Semetara itu, Kabid Humas Polda NTB, Kombes Artanto mengatakan, penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice lantaran penyidik mempertimbangkan bahwa tersangka sudah mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
Selain itu, “pelaku tidak memahami permasalahan yang terjadi antara Palestina dan Israel sehingga iseng-iseng membuat konten tersebut,” kata Artanto.
Sebelumnya, pada pemberintaan Harian NTB edisi 19 Mei 2021 berjudul: Pria Penghina Palestina Terancam 6 Tahun Penjara, Kabid Humas Polda NTB Artanto mengatakan, bawah Ucok dikenakan pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 a. Ayat 2 UU ITE. Dengan ancaman hukuman paling 6 tahun penjara.
“Terhadap tersangka HM alias UC dikenakan Ps.28 Ayat 2 Jo Pasal 45 a. Ayat 2 UU ITE. Dengan ancaman hukuman paling lama 6 (Enam) tahun penjara,” ungkap Kabid Humas Polda NTB, Artanto, Selasa (18/5/2021).
Kini, kasus tersebut telah disetop dan diselesaikan dengan pendekatan Restorative Justice atau penyelesaian diluar pengadilan. Hal itu dilakukan setelah pihak kepolisian melakukan komunikasi dengan tokoh agama, masyarakat, dan pihak lainnya untuk menyelesaikan masalah tersebut. (DMS)